Pulau Sulawesi terkenal sebagai pulau yang dilewati garis Wallacea, yaitu sebuah garis imajiner yang memisahkan wilayah hewan Asia dan Australia. Dalam dunia keanekaragaman hayati, nama Wallacea terinspirasi dari seorang peneliti dan penjelajah yaitu Alfred Russel Wallace. Keunikan wilayah Wallacea ini memiliki satwa endemik yang tidak ada di wilayah lain seperti anoa, babi rusa, kuskus, dan monyet hitam dll.
Salah satu wilayah di Sulawesi yang memiliki keanekaragaman tinggi yaitu Gunung Latimojong yang terletak di Kabupaten Luwu dan Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan. Gunung ini merupakan salah satu dari tujuh puncak tertinggi di Indonesia, dengan ketinggian mencapai 3.478 meter di atas permukaan laut (mdpl). Puncak gunungnya biasa disebut dengan nama ”Rante Mario”, sedangkan masyarakat setempat menyebutnya dengan ”Batu Bolong” yang artinya batu hitam. Disebut demikian karena bebatuan di Puncak Gunung Latimojong sebagian besar kelihatan menghitam.
Akhir minggu kedua bulan Juli tahun ini, tim Gaia bersama dengan tim Sulawesi Community Foundation (SCF) melakukan kegiatan ekspedisi di desa-desa sekitar Gunung Latimojong. Wilayah desa ini memiliki wilayah Perhutanan Sosial (PS) yang terletak di Desa Lambanan dan Kaladi Darussalam Kabupaten Luwu. Tim melaksanakan peninjauan awal terkait kondisi sosial-ekonomi, keanekaragaman hayati dan juga vegetasi di dua desa tersebut dengan tujuan apakah kondisi di sekitar kawasan mendukung untuk dikembangkannya proyek kehutanan.
Perjalanan menuju desa cukup menantang, kondisi jalan yang menanjak serta bebatuan menyulitkan kendaraan yang mengantarkan tim. Hari pertama perjalanan menuju Desa Lambanan terhenti karena kendaraan mobil tidak sanggup melewati jalan terjal dan juga sempit sebelum menuju ke lokasi pertemuan di rumah Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Lambanan dengan waktu tempuh dari pusat Kabupaten Luwu sekitar 2,5 jam. Hari kedua, tim melakukan perjalanan menuju Desa Kaladi Darussalam yang aksesnya sedikit lebih mudah, meski kondisi jalan masih sama dengan hari sebelumnya.
Hasil ekspedisi ditemukan bahwa di Desa Lambanan hutan PS berstatus Hutan Desa (HD) dengan surat keputusan (SK) penetapan HD didapatkan pada tahun 2014 dengan luas 345 ha, di Kaladi Darussalam hutan PS berstatus Hutan Kemasyarakatan (HKM) dengan SK didapatkan tahun 2019 dengan luas 2.405 ha. Secara umum kondisi Desa Lambanan dan Kaladi Darussalam memiliki kemiripan, tanaman yang ditanam di wilayah Perhutanan Sosial pun hampir sama yaitu Cengkeh, Kopi, Aren, Coklat, dan Pala. Untuk tanaman kayu yang terdapat di hutan PS yaitu Kayu hitam (ebony), Jabon, Damar, Gaharu, dan lain-lain. Tutupan hutan pun tergolong cukup baik karena masih ada wilayah yang berpeluang untuk ditanam jenis tanaman hutan.
Ekspedisi awal ini menunjukkan hasil yang positif, dari dua desa yang dikunjungi memiliki potensi besar untuk dikembangkan melalui proyek kehutanan. Dua kabupaten wilayah Gunung Latimojong terdapat sekitar ± 47 Desa dan telah memiliki ijin PS dengan rata-rata ijin berbentuk HD dan HKM. Potensi lain terdapat ± 72 Desa yang masuk dalam wilayah Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS), wilayah ini dapat dikembangkan menjadi PS dengan status HKM atau HD. Jika ditotal seluruh desa yang telah memiliki ijin PS dan yang belum terdapat sekitar 119 Desa yang dapat dikembangkan proyek kehutanan dengan luas areal PS mencakup ± 30.000 ha.
Kedepan jika proyek kehutanan berhasil dijalankan di wilayah ini, maka harapan untuk membantu serta menjaga keanekaragaman hayati, merestorasi lahan terdegradasi, dan meningkatkan ekonomi masyarakat desa sekitar hutan dapat terwujudkan
Syarifudin I Social Development Specialist I Gaia Indonesia