Kawasan pesisir Jakarta kaya akan keragaman hayati dan menjadi salah satu kawasan hutan yang masih alami di Jakarta. Lokasinya yang berada di Utara Jakarta terhimpit oleh komplek perumahan mewah serta bangunan gedung bisnis menjadi daya tarik tersendiri dan harus dijaga sebagai kawasan lindung yang bermanfaat bagi makhluk hidup di sekitarnya. Salah satu kawasan alami yang sampai saat ini menjadi tempat hidup burung, mamalia serta reptile adalah Suaka Margasatwa Muara Angke.
Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) merupakan kawasan lindung yang kondisi lingkungannya masih alami. Kawasan seluas 25.02 ha ini adalah salah satu kawasan konservasi yang ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan No.097/Kpts-II/1998 sebagai kawasan Suaka Margasatwa. Kawasan Muara angke sebetulnya sudah ditetapkan oleh Pemerintahan Belanda pada tahun 1939 sebagai wilayah cagar alam, yang memiliki luas sekitar 15.04 ha. Kemudian pada masa peralihan pemerintahan Belanda ke Indonesia kawasan ini akhirnya diperluas menjadi 1.344,62 ha pada tahun 1960. Kawasan ini menjadi sangat luas karena memang disepanjang pantai utara Jawa yang pada saat itu kondisinya masih sangat kosong belum terjadi pembangunan secara fisik maupun ekonomi.
Seiring berjalannya waktu dan kondisi membuat kawasan ini akhirnya sedikit demi sedikit mengalami kerusakan secara ekologi. Dilahan seluas ribuan hektar tersebut, beberapa titik dijadikan sebagai kawasan tambak oleh masyarakat sekitar. Pembukaan lahan tambak oleh masyarakat sedikitnya mengakibatkan kawasan yang telah dilindungi tersebut menjadi merubah fungsi. Secara fisik kawasan lahan basah yang dipenuhi dengan hutan mangrove membuat kawasan ini menjadi berubah fungsi menjadi tambak liar yang dijadikan oleh masyarakat sebagai mata pencaharian.
Pembukaan lahan tambak ini setidaknya telah menjadikan kawasan lahan basah yang ada pada kawasan tersebut menjadikan kondisi lingkungan menjadi rusak, baik didalam maupun diluar kawasan. Terutama pada penebangan lahan hutan mangrove yang menjadi hutan utama yang tumbuh secara alami disepanjang pesisir utara Jakarta. Kemudian dari segi struktur tanah / lumpur yang menjadi tempat tumbuhnya hutan mangrove dikeruk dan kemudian dibuang hanya untuk membuat sebuah lahan tambak. Permasalahan ini akhirnya menjadi serius karena semakin banyaknya tambak yang menjadi pusat kegiatan masyarakat sekitar pesisir maka semakin berkurangnya kawasan lahan basah atau hutan mangrove yang ada.
Berangkat dari permasalahan tersebut maka pada tahun 1998 akhirnya diputuskanlah SK Menteri Kehutanan untuk menertibkan atau menghilangkan seluruh tambak liar yang ada dan ditetapkanlah kawasan Muara angke menjadi kawasan konservasi yang dilindungi dibawah perlindungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta. Dibawah perlindungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta kawasan ini sekarang masih terjaga dengan baik dan bisa digunakan sebagai salah satu tempat untuk pendidikan maupun riset.
Foto dan Teks : Dedy Istanto/GAIA Indonesia