Satu pemandangan menarik ketika melintasi sungai-sungai berbatu di Desa Colo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah yang berada tepat di lereng Gunung Muria. Adalah juntaian pipa yang memanjang berkilo-kilo meter untuk mengaliri air dari hulu sungai di tengah hutan, ke rumah-rumah di pemukiman penduduk. Sebagai sumber air utama dan satu-satunya, air sungai tersebut dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat sekitar untuk keperluan hidup sehari-hari, secara cuma-cuma. Keberadaan makam Sunan Muria, salah satu wali songo, menjadikan lokasi ini sebagai kawasan wisata religi yang kerap dikunjungi peziarah, terutama pada hari-hari tertentu. Hal tersebut tentu saja juga mempengaruhi jumlah konsumsi air di desa tersebut.
Pengelolaan yang kurang terorganisir dalam penggunaan sumber daya air di Desa Colo tersebut pada akhirnya menyebabkan sungai menjadi kering dan menyisakan bebatuan kali dan genangan-genangan saja. Setiap kali musim kemarau, warga akan membenahi pipa-pipa mereka yang sudah tidak dialiri air, dengan memindahkan posisinya atau membangun bendungan permanen menggunakan semen. Air yang meluap pada musim penghujan pun tidak ditampung dan disimpan untuk dimanfaatkan pada musim kemarau, sehingga hanya mengair begitu saja, untuk kemudian habis kembali seiring musim berganti.
Akan sangat disayangkan apabila sungai di Gunung Muria benar-benar mengalami kekeringan, mengingat 6.428,50 hektar hutan ini masuk ke dalam kawasan hutan lindung, yang sudah pasti saling menunjang dengan ekosistem sungai yang mengalirinya. Terlebih lagi, sebagian besar potensi wisata alam yang ditawarkan oleh kawasan ini berupa air terjun dengan sungai-sungai yang mengalir dibawahnya, yang sungguh miris mendapati fakta bahwa genangan air super jernih tersebut tanpa ikan.
Secercah harapan bagi ekosistem perairan di Gunung Muria adalah masyarakan desa yang mulai sadar akan kondisi dan potensi daerahnya dan memulai pergerakan melindungi kawasan mereka sendiri dari berbagai sektor. Mengingat kondisi air yang masih masuk dalam kategori tidak tercemar, karena masih ditemukannya bioindikator perairan tidak tercemar disana, memberikan harapan masa depan cerah pada perairan tersebut. Semoga suatu hari nanti, kita bisa melihat ada banyak ikan ang berenang bahagia di aliran jernih airnya.
Ana R. Septiana