Berbukit dan berlembah menyelimuti kehidupan masyarakat di pegunungan Muria yang dikenal sebagai kawasan religi. Kawasan yang terletak di tiga wilayah kabupaten yaitu, Kudus, Pati dan Jepara, Provinsi Jawa Tengah itu tebagi menjadi wilayah dataran tinggi, rendah dan juga pesisir.
Pegunungan Muria menyimpan banyak kekayaan alam karena terdapat kawasan yang masih terjaga. Potensi keragaman hayati seperti burung, tumbuhan atau vegetasi serta mamalia dan juga reptil masih bisa ditemui di kawasan tersebut.
Desa Rahtawu, Dusun Semliro salah satu dusun yang menjadi pintu masuk menuju kawasan Gunung Muria. Berpenduduk sekitar 200 Kepala Keluarga, Semliro menjadi desa terakhir yang berada di atas bukit.
Terdapat tiga puncak di kawasan Dusun Semliro yaitu puncak Argopiloso, puncak Pandu, dan yang tertinggi adalah puncak Songolikur atau biasa disebut puncak B29 dengan ketinggian sekitar 1.602 meter di atas permukaan laut (Mdpl). Tidak jarang, Dusun Semliro selalu didatangi para pendaki pada saat musim libur datang karena terdapat pos pendakian. Selain Semliro pintu pos juga terdapat di Desa Tempur, Keling, Kabupaten Jepara.
Kehidupan masyarakat Dusun Semliro mayoritas adalah petani dan juga pelayanan jasa seperti ojek dan juga pemandu. Komoditas perkebunan seperti jagung dan kopi menjadi pilihan petani. Saat ini kopi menjadi andalan setelah beralih menanam jagung. Keberadaan babi hutan dan juga monyet ekor panjang dianggap hama bagi para petani karena merusak pada saat musim panen tiba.
Kawasan perbukitan Dusun Semliro bisa dikatakan rusak kondisinya. Kebakaran hutan serta longsor kerap terjadi, karena tidak banyak tutupan kawasan hutannya. Tercatat pada tahun 2015 dan 2017 terjadi kebakaran di kawasan lereng gunung Muria yang mengakibatkan beberapa kawasan hutan hangus terbakar.
Tidak hanya dari faktor alam maupun kelalaian. Kerusakan juga disebabkan karena adanya pembukaan lahan untuk perkebunan atau alih fungsi lahan. Batasan wlayah antara milik Perusahaan Hutan Negara Indonesia (Perhutani) dengan masyarakat sangat berdekatan. Legalitas tanah dijamin dengan adanya kepemilikan sertifikat warga. Ada beberapa warga memiliki tanah sampai puncak bukit untuk lahan perkebunan, sementara sisanya milik Perhutani.
Potensi :
Meski kerusakan kawasan di Dukuh Semliro akibat tanah longsor masih terus terjadi namun masih menyimpan banyak kekayaan alam. Keberadaan burung salah satunya menjadi indikator baiknya kondisi lingkungan.
Beberapa waktu lalu tepatnya bulan Juli 2018 lalu, GAIA Daya Buana melakukan survei dalam mendata potensi kekayaan alam yang berada di kawasan Dukuh Semliro. Tim terdiri dari peneliti burung, reptil dan vegetasi diturunkan dengan melakukan kegiatan survei di kawasan puncak B29 dan Argopiloso serta Pandu.
Kegiatan “Bird banding” salah satu metode yang dilakukan dengan mendata jenis serta pemasangan cincin atau ring. Cincin atau ring yang dipasang pada kaki burung sudah terverifikasi secara nasional maupun internasional, karena dikeluarkan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Peneliti burung, Nanang Khairullah mengatakan, kegiatan ini bagian dari salah satu cara untuk mendata jenis apa saja yang terdapat di sekitar kawasan serta pemasangan tanda dengan ring untuk ke depan bisa didata kembali. “Bird banding merupakan kegiatan penelitian dengan menggunakan metode pemasangan jaring yang selanjutnya akan dilakukan pemasangan ring atau cincin,” kata Nanang saat berada di lokasi survei.
Selain burung, peneliti Herpetologi, Andri Irawan juga ikut serta dengan mendata keberadaan berbagai jenis reptil dan juga amfibi di kawasan Dukuh Semliro. Metode yang dilakukan dengan melakukan pengamatan di sepanjang sungai dan juga kawasan hutan. Metode pengukuran dengan ditangkap juga dilakukan untuk mengetahui morfologi jenis tertentu khususnya pada katak dan juga ular.
Kemudian pendataan juga dilakukan untuk mendata keberadaan jenis pohon atau vegetasi di kawasan Dukuh Semliro. Peneliti Ripin melakukan pendataan dengan menggunakan metode floting di beberapa titik lokasi untuk melihat jenis vegetasi apa saja yang berada di kawasan tersebut.
Selama satu minggu kegiatan survei dilakukan di kawasan bukit Dukuh Semliro dengan menghasilkan beberapa jenis baik burung, reptil, dan juga vegetasi. Ketiga isu keragaman hayati tersebut menjadi catatan awal di mana selama ini data tentang keberadaan flora dan fauna di kawasan pegunungan Muria masih minim dan belum banyak literasinya.
Desa Colo
Desa Colo terletak di Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus yang keberadaannya memberikan harapan akan keberadaan kawasan hutan. Terletak di sebelah Utara Kota Kudus, kawasan hutan di sekitar Desa Colo masih terjaga dan terlindungi. Paguyuban Masyarakat Pelindung Hutan (PMPH) organisasi yang selama ini fokus dalam menjaga kawasan pegunugan Muria memberikan dampak positif bagi masyarakat di sekitarnya. Keberadaan PMPH yang diketuai oleh Muhamad Sokib Garno Sunarno bersama dengan warga lainnya berusaha menjaga kawasan hutan di sekitar kawasan Muria dari kerusakan.
Semangat kesukarelawanan yang dibangun Sokib membuahkan hasil. Satu persatu, warga mulai terlibat dan ikut serta dari latar belakang pekerjaan yang berbeda. Teguh salah satunya mengaku, adalah seorang juru urut atau pijat refleksi yang sejak tahun 2010 dilakoni. Kepedulian Teguh terhadap kondisi pegunungan Muria juga dirasakan saat kondisi hutan di Desa Colo mulai memprihatinkan. Perambahan hutan, pembukan lahan perkebunan serta perburuan pernah terjadi di kawasan Muria. Kondisi itulah yang membuat Teguh bersama dengan warga lainnya mulai tergerak bersama dengan melakukan penyuluhan kepada warga lainnya. “Waktu pertama kali kita melakukan penyuluhan kepada warga untuk tidak menebang pohon di hutan, ada yang mengerti dan ada juga yang tidak menghiraukan,” kata Teguh yang saat ini menjadi Sekretaris PMPH Desa Colo.
Kegiatan patroli menjadi andalan PMPH dalam mengontrol kawasan hutan dari oknum yang tidak bertanggung jawab. Dalam setahun PMPH melakukan dua kali patroli untuk mencari kegiatan perambahan hutan dan juga perburuan satwa. Keberadaan Macan tutul (Panthera pardus) masih dapat ditemui di kawasan yang kondisi hutannya masih terjaga ini. Selain Macan tutul, juga terdapat rusa atau kijang dan juga burung Elang jawa (Nisaetus bartelsi) yang menjadi salah satu burung endemik Jawa yang kini kondisinya terancam punah (Endangered).
Kawasan hutan Desa Colo merupakan pintu masuk bagi bagi para pengunjung yang ingin melakukan ziarah. Terdapat makam Sunan Muria salah satu tokoh Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di tanah air. Uniknya menuju ke lokasi makam pengunjung harus menumpang kendaran motor atau ojek
Dedy Istanto/GAIA Indonesia