Sebagai manusia, kita adalah makhluk hidup yang menghasilkan sampah dari setiap aktivitas. Sampah yang kita keluarkan dari rumah sebagian besar akan berkahir ke lingkungan. Bayangkan setiap sampah yang kita buang ke lingkungan itu sebetulnya mampu membunuh satwa liar. Menjerat leher mereka dengan kantong kresek, memberi mereka makan dengan tutup botol mineral, memberi mereka masa depan yang suram dengan penyakit dan membunuh mereka dengan tragis. Isu Polusi plastik bukan lagi merupakan hal asing bagi kita.
Sampah plastik salah satunya merupakan jenis sampah yang sangat sulit terurai atau terdegradasi dengan waktu singkat. Plastik kemasan sekali pakai saat ini banyak kita temukan di kawasan perairan. World Economic Forum menyatakan bahwa sekitar 90% dari semua plastik yang terbawa dari sungai dan berakhir di lautan hanya berasal dari 10 sungai, dan 8 diantaranya dari Asia. WWF melaporkan sekitar lebih dari 240 spesies satwa liar di bumi menelan sampah plastik yang menyebabkan luka bahkan kematian. Negara maju dan berkembang turut menyumbang kematian bagi satwa liar di alam karena sampah plastik. Lebih parahnya sejak beberapa tahun terakhir penelitian mengungkap mikroplastik-partikel plastik yang berukuran <5mm- ditemukan di kawasan perairan, hewan filter feeder, dan ikan di laut maupun sungai.
Sampah kresek sekali pakai yang terbuang ke laut kini menjadi makanan bagi Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) yang tak mampu membedakan mana plastik dan mana ubur-ubur. Masalahnya penyu tak pernah tahu dan kenal dengan plastik sebelumnya. Tak hanya oleh plastik, penyu di lautan pun diancam oleh keberadaan jaring buangan nelayan yang kurang bertanggung jawab. Tak jarang ditemukan penyu mati karena leher atau cangkangnya tersangkut jaring-jaring yang mengambang di dalam lautan. Sampah plastik yang ada di pantai pun turut mengganggu penyu dalam proses peneluran, polusi plastik tentu akan menghambat nutrisi yang ada di pasir pantai untuk proses perkembangan telur penyu.
Sampah kresek atau plastik bening yang tertelan oleh penyu tak dapat dicerna akibatnya penyu tersebut berusia lebih singkat dari yang seharusnya. Penyu Belimbing merupakan satwa yang dilindungi oleh pemerintah dalam Pemen.LHK nomor 106 tahun 2018. Secara global trend populasi Penyu Belimbing termasuk ke dalam kategori VU (Vulnerable) atau rentan, dan secara konvensi perdagangan internasional spesies ini termasuk dalam kategori Apendiks I CITES yang artinya dilarang untuk diperdagangkan.
Seperti temuan yang terjadi di Pantai Wagir Indah pada akhir Mei 2022 lalu dikutip dari Mongabay, Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja, Cilacap, Jawa Tengah saat melakukan penyisiran di sepanjang pesisir pantai wilayah timur Cilacap menemukan bangkai Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) memakan plastik berwarna putih. Kejadian ini membuat resah dunia konservasi, pasalnya semua penyu di laut adalah spesies RTE (rare, threatened, and endangered). Selain itu penyu juga tergolong ke dalam hewan dengan tingkat survival yang tinggi, dari 1000 ekor tukik yang menetas dari telur hanya 1 ekor penyu yang mampu bertahan hidup hingga dewasa. Ilmuwan memperkirakan pada tahun 2050 jumlah sampah plastik di lautan akan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikan. Hal ini tentu saja mengerikan. Tak hanya bagi Penyu Belimbing atau Penyu Lekang, namun bagi seluruh biota laut karena jumlah kasus tertelannya plastik atau terjeratnya satwa oleh plastik akan semakin banyak dan menurunkan jumlah populasi keanekaragaman hayati di alam.
Mencegah berkurangnya populasi penyu dapat dilakukan dari sekarang. Bijaklah dengan sampah yang kita hasilkan dengan memilah sampah dari rumah, melakukan daur ulang sampah plastik atau menyumbang plastik ke bank sampah sekitar. Mengurangi pemakaian plastik sekali pakai juga tentu akan berdampak dengan membiasakan diri untuk selalu membawa botol air minum, tas belanja, atau alat makan yang dapat dipakai terus menerus. Prinsip zero waste dengan 3R (reuse, reduce, and recycle) ini mampu mengurangi jumlah sampah plastik maupun organik berakhir ke TPA. Secara tak langsung 3R yang kita terapkan juga berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global yang mana mengakibatkan perubahan suhu air laut, polusi, berkurangnya habitat yang layak dan pakan bagi Penyu.
Melibatkan diri dalam aksi bersih-bersih lingkungan pesisir dengan memungut sampah plastik pun tak kalah kerennya dengan membawa botol minum sendiri saat beraktivitas. Kita juga bisa melakukan kampanye penyadartahuan kepada masyarakat dan teman-teman di sekitar, sebab edukasi polusi plastik yang dilakukan secara kontinyu pasti akan meningkatkan aksi kolektif. Melibatkan peran banyak pihak juga perlu dilakukan, sebab kita tidak bisa melakukan perubahan sendiri. Aksi bebas plastik perlu dikuatkan bersama-sama. Meningkatkan peran pemerintah dalam upaya penanganan plastik di tingkat daerah, mendukung kebijakan untuk meminimalisir penggunaan plastik sekali pakai, mengajak pihak swasta dan lembaga pendidikan mendukung terciptanya inovasi pengelolaan sampah yang lebih efektif.
Hairunnisa
(Peserta Terpilih Karya Tulis GAIA Challenge 2023)