Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, termasuk hutan tropis yang menjadi salah satu yang terluas di dunia. Pemanfaatan sumber daya alam untuk sektor perkebunan, pertambangan, dan lainnya memerlukan perencanaan yang tidak hanya berorientasi pada pembangunan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan. Dalam konteks ini, teknologi Sistem Informasi Geografis (GIS) berperan sebagai fondasi utama dalam pengambilan keputusan berbasis ruang.
Pemerintah Indonesia melalui Badan Informasi Geospasial (BIG) telah menyediakan Ina-Geoportal, sebuah platform pusat data geospasial nasional yang menyajikan berbagai jenis data dasar dan tematik secara terbuka. Meski demikian, data formal ini sering kali belum mencakup informasi yang sifatnya masih sangat lokal, seperti lokasi ladang berpindah, sumber air, atau situs budaya dan keramat. Informasi tersebut sangat penting, terutama dalam identifikasi kawasan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV).
Di sinilah participatory mapping menjadi elemen kunci. Melalui keterlibatan masyarakat dalam proses pemetaan, pengetahuan lokal dapat terdokumentasi secara sistematis dan diintegrasikan ke dalam sistem spasial formal. Proses ini biasanya dilakukan melalui diskusi dan pemetaan lapangan menggunakan GPS, di mana masyarakat menunjuk lokasi-lokasi penting seperti area berburu, pengambilan hasil hutan, dan zona sakral.
Data hasil lapangan yang masih bersifat raw data perlu diproses lebih lanjut. GIS hadir sebagai alat utama dalam digitalisasi, analisis spasial, dan integrasi data. Hasil pemetaan partisipatif kemudian dikombinasikan dengan data spasial lainnya seperti penggunaan lahan, iklim, topografi, dan citra satelit. Pendekatan ini memungkinkan analisis multi-layer yang mendalam dan mendukung perencanaan berbasis bukti (evidence-based planning). Manfaat dilakukannya participatory mapping untuk mendukung sumber data spasial yakni:
- Verifikasi informasi lokal dengan citra satelit terkini
- Basis data dinamis dan dapat diperbarui
- Mendorong transparansi dan kolaborasi berbagai pihak: masyarakat, pemerintah, NGO, dan sektor swasta
Meski memiliki banyak keunggulan, tantangan dalam participatory mapping tetap ada. Misalnya dalam proses interpretasi, informasi pada peta sulit terbaca karena perbedaan persepsi spasial dan kemampuan teknis dalam menuangkan informasi menjadi data spasial. Selain itu, karena semua informasi dituliskan dan digambarkan pada peta cetak, informasi yang penting untuk proses digitisasi dapat tertutup tulisan. Oleh karena itu, participatory mapping ini perlu dilakukan secara cermat dan tepat supaya informasi spasial yang disampaikan masyarakat dapat terdokumentasi dengan baik.
Keterangan gambar: Informasi yang ditulis dan digambarkan terlihat tumpang tindih / Dokumentasi Tim GIS GAIA
Berikut ini merupakah salah satu kegiatan participatory mapping yang dilakukan oleh GAIA Indonesia bersama masyarakat di Kalimantan Barat untuk perencanaan proyek karbon. Hasil pemetaan partisipatif diproses menggunakan GIS untuk mengidentifikasi area potensial, risiko, dan kontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim.
Keterangan gambar: Masyarakat Desa Senduruhan, Kalimantan Barat sedang mengikuti kegiatan participatory mapping /Dokumentasi Tim Sosial GAIA
Pada akhirnya, integrasi GIS dan participatory mapping bukan sekadar pendekatan teknis, melainkan juga instrumen pemberdayaan masyarakat. GIS memungkinkan visualisasi yang inklusif, analisis yang akurat, dan dokumentasi yang berkelanjutan. Dengan menggabungkan kekuatan teknologi spasial dan kearifan lokal, pengelolaan sumber daya alam dapat dilakukan secara lebih adil, transparan, dan berkelanjutan.
Penulis : Fitria Alfani/ Remote Sensing and GIS Officer Gaia Indonesia