NEWS

Komitmen Iklim Indonesia: “Peran Proyek Karbon di Indonesia”

Saat ini bumi mengalami laju pemanasan tercepat. Berdasarkan laporan tahunan dari NOAA (National Centers for Environmental Information), tahun 2024 merupakan tahun terpanas sejak pencatatan global dimulai pada tahun 1850 (NOAA NCEI, 2024). Perubahan iklim dan cuaca ekstrem mengancam kehidupan dan mata pencaharian masyarakat. Mendekati konferensi tahunan perubahan iklim dunia COP 30 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendorong negara-negara anggota segera untuk menyerahkan pembaruan rencana aksi iklim nasional atau Nationally Determined Contributions (NDC) kepada PBB pada Februari 2025 lalu. NDC diperlukan dalam menentukan komitmen suatu negara dalam jangka pendek hingga menengah terhadap perubahan iklim, merinci langkah apa yang dilakukan masing-masing negara dalam memangkas emisi gas rumah kaca sesuai dengan Perjanjian Paris. Dalam isinya, mewajibkan seluruh penandatangannya untuk membatasi pemanasan global yang disebabkan manusia tidak lebih dari 1,5°C di atas suhu praindustri. Pada kenyataanya, saat ini bumi semakin mendekati ambang batas pemanasan global yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris.

Berdasarkan data tahun 2024, tercatat suhu rata-rata permukaan bumi secara global sebesar 1,55°C (WMO, 2025). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan suhu pada periode praindustri. Oleh karena itu, mendekati ambang batas dalam Perjanjian Paris, semua negara harus berjuang lebih keras – menyusun rencana nasional yang sesuai dengan kondisi terbaru dan bersifat global, tidak hanya fokus pada negara masing-masing.

Salah satu rencana aksi iklim untuk memitigasi perubahan iklim adalah proyek karbon. Proyek karbon (Carbon projects) merupakan sebuah program yang dirancang dalam upaya mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) atau gas rumah kaca lainnya yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Proyek ini berfokus pada berbagai pendekatan untuk menyeimbangkan emisi dengan penyerapan karbon, baik melalui konservasi alam maupun inovasi teknologi. Beberapa contoh di antaranya seperti reboisasi dan penghijauan, konservasi ekosistem, pengembangan energi terbarukan, hingga pertanian berkelanjutan. Proyek karbon tidak hanya bertujuan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca atau memperlambat laju pemanasan global, tetapi juga memberikan manfaat yang luas dan signifikan bagi masyarakat di sekitarnya. Proyek karbon menawarkan peluang besar untuk mendorong pembangunan ekonomi lokal.

Dalam beberapa tahun terakhir, proyek karbon semakin mendapat perhatian yang lebih serius, baik di kancah nasional maupun internasional. Salah satunya di Indonesia. Pada tahun 2015 Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Lalu diperbarui pada tahun 2022 (Enhanced NDC) menjadi 31,89% dengan upaya sendiri dan 43,20% dengan dukungan internasional (Republic of Indonesia, 2022). Ambisi ini kemudian disusun kembali dalam Second NDC (SNDC) yang baru dirilis pada tanggal 24 Oktober 2025. SNDC ini disusun dengan tetap memperhatikan kesesuaian target Perjanjian Paris dan rencana pembangunan nasional periode 2025 – 2029. Adapun pembahasan tambahan dalam SNDC ini antara lain sektor baru yaitu kelautan (blue carbon), gas baru HFC (hydrofluorocarbon) dari pendingin AC atau kulkas serta perhitungan emisi dari sektor energi (kegiatan hulu migas) (Republic of Indonesia, 2025). Oleh karena itu, perdagangan karbon terus digencarkan menjadi salah satu strategi dalam mencapai target tersebut.

Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang melimpah. Oleh karenanya, Indonesia memegang peran strategis dalam inisiatif ini. Indonesia memiliki peluang besar dalam memanfaatkan potensi ekonomi dari pasar karbon internasional. Melalui pemanfaatan mekanisme pasar karbon, Indonesia dapat mengonversi sumber daya alam seperti hutan, lahan basah dan energi terbarukan menjadi instrumen penekan emisi yang bernilai ekonomi. Selain itu,  Indonesia dapat menjadi penyedia utama kredit karbon dengan mengelola proyek karbon yang kredibel dan terverifikasi. Sehingga dapat membantu dalam pembiayaan program-program keberlanjutan. Program tersebut di antaranya: restorasi hutan dan ekosistem gambut, pengembangan energi terbarukan, dan kemitraan global.

Proyek karbon berperan penting dalam mencapai komitmen iklim Indonesia dengan menghasilkan insentif ekonomi bagi pengurangan emisi melalui instrumen seperti bursa karbon (IDXCarbon) dan pajak karbon. Bursa karbon (IDXCarbon) memberikan platform bagi pelaku usaha untuk berdagang kredit karbon, mendorong pengurangan emisi melalui mekanisme pasar. Selanjutnya pajak karbon, bertujuan untuk menerapkan tarif pada emisi yang dihasilkan industri dan transportasi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca secara sistematis. Hal lainnya yaitu mendukung pendanaan, kebijakan nilai ekonomi karbon membuka peluang pendanaan dari berbagai pihak untuk mendukung program konservasi dan pengendalian iklim.

  • Tantangan Proyek Karbon di Indonesia

Namun, dalam pelaksanaannya tidak lepas dari berbagai tantangan. Dominasi korporasi besar dalam pasar menjadi satu di antara banyak tantangan. Beberapa pegiat lingkungan berpendapat bahwa skema karbon ini hanya sebagai greenwashing, pencemaran lingkungan meskipun industri mengakuisisi kredit karbon untuk memperbaiki reputasi. Hal ini dikarenakan korporasi besar menggunakan konsesi lahan untuk menghasilkan kredit, tetapi riwayat deforestasi dan pelanggaran hak masyarakat adatnya masih perlu dipertanyakan.

Selanjutnya kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat, keterbatasan informasi dan sosialisasi membuat masyarakat belum memahami konsep proyek karbon ini, serta jalur komunikasi yang belum transparan dan mudah dipahami. Tanpa pemahaman yang baik, masyarakat cenderung skeptis dan menimbulkan kecurigaan terhadap proyek karbon. Hal tersebut juga berlanjut menjadi ketimpangan distribusi manfaat bagi masyarakat lokal dan adat. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat sebanyak 70% kredit karbon dari hutan adat dikelola korporasi, sedangkan masyarakat hanya mendapat 5 – 10% keuntungan (Mega, 2025). Sehingga pelibatan masyarakat lokal dalam prosesnya juga tidak maksimal.

Selain itu, kelembagaan dan regulasi yang belum optimal. Proses perizinan yang kompleks dan belum adanya kerangka regulasi yang kuat dapat memperlambat realisasi proyek. Ketiadaan kepastian hukum yang melindungi dan mengakui hak-hak Masyarakat Adat, Organisasi Rakyat, dan Komunitas Lokal tidak hanya akan menghapus identitas dan hak atas tanah serta peran masyarakat tingkat tapak. Tetapi juga akan memperlambat upaya penanggulangan krisis iklim.

  • Resolusi Pelaksanaan Proyek Karbon di Indonesia

Proyek karbon dapat berjalan dengan sukses melalui inisiatif nature-based solution (NBS). Salah satu pihak yang memiliki peran penting di sini adalah masyarakat lokal. NBS ini juga dapat dikaitkan dengan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance). Jika dilaksanakan dengan menggunakan prinsip ESG, proyek karbon mampu menghadirkan solusi komprehensif: melindungi lingkungan (Environmental), memberdayakan masyarakat (Social), dan mendorong tata kelola berkelanjutan (Governance). Proyek ini tentu dapat memberikan manfaat yang besar – menciptakan peluang ekonomi baru dan mendorong  transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Kolaborasi multipihak antara pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat lokal sangat dibutuhkan guna memastikan bahwa proyek karbon berjalan secara inklusi dan adil. Dengan adanya keterlibatan aktif masyarakat lokal, proyek dapat memanfaatkan pengetahuan lokal yang luas tentang ekosistem dan lingkungan yang ada. Hal ini karena masyarakat lokal yang paling sering bersinggungan dengan ekosistem penyimpanan dan penyerapan karbon. Salah satunya dengan skema perhutanan sosial maupun skema kemitraan masyarakat lokal. Melalui skema ini, masyarakat terlibat aktif dalam mengelola dan menjaga hutan dengan lebih efektif dari ancaman deforestasi dan degradasi lahan  – membantu mengurangi emisi karbon yang merugikan, menjual kredit karbon ke pasar karbon, dan mengembalikan uang kepada masyarakat lokal untuk pembangunan dan pengembangan ekonomi berkelanjutan.

 

Seperti yang dilakukan PT Gaia Eko Daya Buana (Gaia) sebagai perusahaan konsultan yang berperan dalam pengembangan proyek karbon berbasis alam dan teknologi. Dengan dukungan sumber daya manusia yang berpengalaman, Gaia Indonesia memainkan peran yang signifikan dalam mendukung keberlanjutan melalui pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi. Pendekatan melalui inisiatif nature-based solutions yang diadopsi Gaia Indonesia sangat penting dalam menciptakan keseimbangan antara perlindungan lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan penerapan tata kelola berkelanjutan. Inovasi dalam pengelolaan hutan dan lingkungan yang ditawarkan sangat relevan, terutama dalam konteks tantangan perubahan iklim yang semakin mendesak. Ini menunjukkan Gaia Indonesia memahami bahwa keberlanjutan tidak hanya tentang lingkungan, tetapi juga tentang kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat.

Bagaimana mengatasi tantangan yang ada dan menerapkan solusi yang tepat, proyek karbon di Indonesia dapat berjalan dengan lebih efektif dan inklusif. Dengan melibatkan semua pemangku kepentingan baik pemerintah, sektor swasta, LSM, dan masyarakat lokal untuk bekerja sama dalam merancang dan melaksanakan proyek karbon yang adil dan berkelanjutan. Dengan pendekatan yang inklusif dan transparan, Indonesia dapat memanfaatkan potensi proyek karbon untuk mencapai target pengurangan emisi dan mendukung pembangunan berkelanjutan.

 

Penulis : Fajar Kaprawi/ Biodiversity Officer Gaia Indonesia

Ask Our Expert

Join hands with GAIA, your dedicated partner in Southeast Asia, to make a lasting impact on our planet. With our expert team and local insights, we help you meet your climate, biodiversity, and social goals efficiently and effectively.

Contact Form